Pages

Friday, September 7, 2012

Blitar Terancam Kekeringan

BLITAR - Sebanyak 37 desa yang berada di tujuh kecamatan Kabupaten Blitar terdeteksi sebagai wilayah rawan kekeringan. Musim kemarau yang tak kunjung berakhir akan mengancam sebagian besar warga sulit menikmati air bersih. Sebab secara topografi, wilayah selatan Kabupaten Blitar tersebut berupa pegunungan tandus dengan hutan yang telah gundul akibat pembalakan liar.

“Itu yang membuat tujuh kecamatan itu menjadi langganan kekeringan setiap tahunya,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blitar Edy Mulyono kepada wartawan, Minggu (2/9/2012). Tujuh kecamatan tersebut diantaranya Kecamatan Wates, Binangun, Bakung, Panggungrejo, Wonotirto dan Kademangan.

Pada musim kemarau ini, sumber air yang berjumlah sedikit, dan biasanya dinikmati secara kolektif oleh sebagian besar warga, mulai tidak mengeluarkan air. Warga dengan ekonomi berkecukupan biasanya memiliki solusi membeli dari truk tangki milik orang luar desa yang mondar mandir menjajakan air.

Sebab seperti diketahui, meski tidak sedikit yang menggantungkan hidup sebagai petani huma di tanah yang gersang, wilayah Blitar selatan menjadi kantong buruh migrant yang mengadu nasib ke luar negeri. Kendati demikian secara strata ekonomi sosial, wilayah selatan Kabupaten Blitar tetap terlabeli dengan istilah minus.

Tidak heran untuk warga yang tidak mampu, biasanya nekat “berburu” sumber air yang masih lancar. Mata air tersebut biasanya berada di wilayah yang jauh dari permukiman penduduk.
“Tentunya keadaan seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Kekeringan termasuk bencana alam,” terangnya.

Secara teknis, BPBD telah berkoordinasi dengan pemerintahan desa setempat dan kecamatan. Dari komunikasi yang dilakukan Pemkab Blitar tengah menginvenatrisir berapa banyak kebutuhan bantuan air bersih yang perlu diberikan kepada warga.

“Selain itu, karena ini musim kemarau, kami meminta warga yang bertempat tinggal disana untuk menghindari tindakan yang bisa memicu terjadinya kebakaran. Sebab, di sejumlah tempat di luar daerah, kebakaran, khususnya hutan telah mulai terjadi,” pungkasnya.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar Abdul Munib meminta penanganan penanggulangan bencana kekeringan segera dilaksanakan. Sebab, untuk semua kegiatan antisipasi bencana, pemkab telah mengalokasikan anggaran. “Harapanya jangan sampai masyarakat terlanda musibah yang berkepanjangan,” pungkasnya.
(Koran SI / Solichan Arif / teb)

NTT Butuh 4 Ribu Kolam untuk Atasi Kekeringan

TEMPO.CO, Kupang -- Pemerintah Nusa Tenggara Timur masih membutuhkan sedikitnya 4.000 kolam penampungan air hujan--atau biasa disebut embung--untuk mengatasi masalah kekeringan di daerah itu.
"Kami butuh sekitar 4.000 embung untuk atasi kekeringan di daerah ini," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum NTT Andre Koreh kepada Tempo di Kupang, Jumat, 7 September 2012.
Saat ini, menurut dia, NTT baru memiliki 400 embung yang tersebar di 20 kabupaten dan satu kota. Namun, dari jumlah itu, hanya sekitar 200 embung yang sedang terpakai, sedangkan 200 sisanya dalam kondisi rusak. "Dua ratus embung itu butuh peremajaan karena tidak berfungsi," katanya.
Masalah kekeringan di NTT, kata Andre, merupakan masalah klasik karena hampir setiap tahun masalah ini terjadi. Hal itu disebabkan kebutuhan air masyarakat yang sangat besar, sedangkan ketersediaan air sangat terbatas. "Cadangan air baku di sini terbatas sehingga dibutuhkan embung," katanya.
Pembangunan embung ini, lanjutnya, merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah kekeringan. Terlebih curah hujan di NTT sangat minim, yakni hanya empat bulan dalam setahun. "Kami masih membutuhkan sedikitnya 3.600 embung," katanya.
Namun, pembangunan embung itu, kata Andre, masih terkendala oleh minimnya ketersediaan dana dari APBN maupun APBD. "Pembangunan embung butuh dana yang cukup besar, sedangkan dana yang ada sangat terbatas," katanya.
Sejauh ini, tambahnya, belum ada laporan dari kabupaten/kota tentang bencana kekeringan, kecuali dua kabupaten yang memang paling rawan dilanda kekeringan, yakni Sumba Timur dan Sumba Tengah. "Kami belum dapat laporan tentang bencana kekeringan dari daerah," katanya.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan NTT, sebanyak 403 desa di 167 kecamatan yang tersebar di 11 kabupaten/kota mengalami kekeringan yang berimbas pada ancaman rawan pangan. "Ada sekitar 403 desa yang terancam rawan pangan akibat kekeringan," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan NTT Alexander Sena.
YOHANES SEO

13 Waduk di Jawa Mengalami Kekeringan

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pekerjaan umum mencatat sebanyak 13 waduk kecil di Jawa Tengah dan Jawa Timur mengalami kekeringan. Di kedua wilayah tersebut ada 49 waduk tergolong kecil dengan status 13 waduk normal dan 23 waspada.

"Tiga belas waduk yang kering tersebut memang dirancang hanya untuk dua kali masa tanam," kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Muhammad Hasan pada Jumat, 7 September 2012.

Dari 13 waduk tersebut, delapan waduk diantaranya ada di Jawa Tangah yaitu Krisak, Plumbon, Kedunguling, Nawangan, dan Ngancar di Wonogiri. Kemudian Delingan dan Gebyar di Karanganyar serta waduk Botok di Sragen.

Sedangkan lima waduk lainnya ada di Jawa Timur yaitu waduk Prijetan di Lamongan dan waduk Notopuro dan Dawuhan di Madiun. Serta waduk Ranu Plakis dan waduk Ranu Klakah di Lumajang.

"Untungnya baik pemerintah Jawa Tengah maupun Jawa Timur sudah jauh hari memperingatkan petani agar tidak menanam di areal yang diairi waduk-waduk tersebut sehingga aman," kata Hasan.

Kekeringan, Ratusan Hektar Sawah Terancam Puso

PINRANG, KOMPAS.com - Akibat kekeringan di musim kemarau ini, ratusan hektar sawah di Kampung Barang, Desa Barangpalie, Kecamatan Lanrisang, Kabupaten Pinrang terancam puso alias gagal panen. Hal tersebut diakibatkan kurangnya debit air di saluran tersier di areal persawahan karena kemarau panjang.
Sejumlah petani yang biasanya pada bulan seperti ini sawahnya teraliri air dari irigasi setempat, sekarang tidak lagi. Mereka hanya bisa pasrah.
Lapaddu, petani setempat saat ditemui di sawahnya Jumat(7/9/2012) sore tadi, mengatakan, sedikitnya ada 500 hektar sawah yang telah ditanami padi, terancam kekeringan.
"Sementara saya memiliki luas sawah 40 are, kondisi ini kita selaku petani hanya bisa pasrah. Jika dalam sebulan sawah kami tidak dialiri air, tidak menutup kemungkinan padi-padi kami akan kering. Sedangkan saat ini saja banyak yang sudah mati," kata Lapaddu.
Secara terpisah, Kepala Bidang Irigasi dan Rawa Dinas Pemberdayaan Sumber Daya Air (PSDA) Kabupaten Pinrang H. Muhammad Jaenal, mengaku akan berusaha mendekatkan air irigasi untuk daerah-daerah yang terancam kekeringan dengan melibatkan P3A dalam mengatur pemakaian air yang ada di irigasi tersebut.
"Kita akan upayakan memanfaatkan pompanisasi untuk mendekatkan air ke areal persawahan agar mempermudah petani dalam mengalirkan air ke sawah mereka. Air tersebut dibagikan secara bergilir," kata Muhammad.

Sejumlah Waduk Alami Kekeringan

Jakarta - Meski Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan, kemarau pada periode ini tergolong kemarau normal, namun beberapa daerah mengalami kekeringan dan puso (gagal panen). Tercatat, 127.788 ha lahan sawah yang puso akibat kekeringan.

Keterangan tersebut disampaikan, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Jumat (7/9).

Menurutnya, kekeringan terjadi di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sejumlah daerah lainnuya.

Selain itu, kemarau juga menyusutkan cadangan air waduk. Berdasarkan pemantauan Kementerian Pekerjaan Umum terhadap 71 waduk yang tersebar di Indonesia, hingga akhir Agustus 2012, terdapat 19 waduk normal, 42 waspada, dan 10 kering.

Dijelaskannya, kondisi muka air waduk normal jika elevasi aktual lebih besar dari normal. Waspada, jika volume aktual kurang dari normal, tetapi lebih besar daripada siaga kekeringan. Sedangkan kering, jika elevasi aktual lebih rendah daripada elevasi siaga kekeringan.

Tiga waduk besar di Jawa Barat kondisinya waspada, yaitu Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Terdapat selisih 187,66 juta meter kubik dari normalnya. Hal yang sama juga terjadi di Jawa Tengah, seperti waduk Wonogiri, Cacaban, Rawapening, Gembong, Sudirman.

Di Jawa Tengah terdapat 9 waduk normal, 20 waspada, dan 8 kering. Waduk Sermo di Daerah Istimewa Yogyakarta juga waspada. Demikian pula waduk Lahor, Sutami dan Bening mengalami waspada.

"Total di Jawa Timur terdapat 7 normal, 13 waspada, 1 kering. 10 waduk yang kering adalah Krisak, Plumbon, kedungguling, Nawangan, Ngancar, Delingan, Gebyar, Botok, Prijelan, Gerogak. Sedangkan di Bali dari 5 waduk yang ada 4 waspada dan 1 kering," urainya.

Menurutnya, kondisi demikian menyebabkan pasokan air berkurang. Banyak faktor yang menyebabkan kekeringan terjadi setiap tahun, selain faktor musim yaitu antara lain kerusakan DAS, pencemaran air, minimnya kawasan hutan, sedimentasi waduk, dan lainnya.  BMKG memprediksikan kemarau hingga Oktober. [IS]
Sumber : Gatra